Sejarah Idul Adha yang Wajib Diketahui Umat Muslim

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
9 Mei 2024 23:31 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Sejarah Idul Adha. Pixabay/Mufidpwt.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Sejarah Idul Adha. Pixabay/Mufidpwt.
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Iduladha merupakan salah satu perayaan besar yang selalu dilaksanakan umat Islam setiap tahun sekali. Perayaan ini menjadi bentuk kepatuhan nabi Ibrahim terhadap perintah Allah Swt. Lantas, bagaimana sejarah Idul Adha dan hikmahnya dalam agama Islam?
ADVERTISEMENT
Mengutip dari buku Fikih Madrasah Ibtidaiyah Kelas V, Yusak Burhanudin, (2021), seluruh umat Islam setiap tahunnya merayakan Hari Raya Iduladha dengan melakukan penyembelihan hewan kurban sebagai salah satu bentuk ibadah kepada Allah Swt.
Umat Islam disunahkan untuk berkurban padi hari Iduladha. Kurban sendiri merupakan salah satu ibadah dalam Islam yang berkaitan dengan penyembelihan hewan kurban seperti kambing, domba, sapi, kerbau, ataupun unta.

Sejarah Idul Adha

Ilustrasi Sejarah Idul Adha. Pixabay/ Mohamed Hassan.
Iduladha adalah bentuk rasa syukur manusia kepada Allah Swt atas segala rahmat yang telah diberikan. Adapun sejarah Idul Adha yang wajib diketahui umat muslim adalah sebagai berikut:

1. Lahirnya Anak Nabi Ibrahim a.s. dan Siti Hajar

Sejarah Iduladha dimulai dari Nabi Ibrahim a.s., seseorang yang sangat taat kepada Allah. Beliau rutin mengurbankan 1000 ekor domba, 100 sapi, dan 1000 unta setiap musim haji karena memiliki harta yang berlimpah dan tidak pernah membutakan mata hatinya.
ADVERTISEMENT
Namun, dikisahkan Nabi Ibrahim dan istrinya Sarah sangat mendambakan hadirnya keturunan dan saat itu keduanya telah berusia lanjut. Meskipun begitu, Nabi Ibrahim a.s. dan istrinya ini tidak pernah berhenti berdoa.
Nabi Ibrahim setiap hari berdoa kepada Allah Swt supaya segera diberikan keturunan. Bahkan, doanya diabadikan dalam Al-Quran karena saking tekunnya beliau dalam berdoa, yaitu terdapat dalam surah Ash-Shaffat ayat 100:
رَبِّ هَبْ لِي مِنَ الصَّالِحِينَ
Artinya: Ya Tuhanku, anugrahkanlah kepadaku (seorang anak) yang termasuk orang-orang yang saleh.
Kemudian, Sarah menyarankan agar suaminya menikahi Siti Hajar sebagai istri keduanya. la berharap semoga dari pernikahan tersebut akan lahir keturunan. Nabi Ibrahim akhirnya setuju dengan anjuran istrinya dan menikahi Siti Hajar.
Allah Swt akhirnya mewujudkan keinginan Nabi Ibrahim dan istri keduanya melalui doa-doa tersebut. Perlu diketahui, bahwa pernikahan Nabi Ibrahim dan Siti Hajar tepat setelah Beliau melakukan kunjungan ke wilayah Mesir.
ADVERTISEMENT
Atas izin Allah, Siti Hajar hamil dan kemudian melahirkan seorang putra yang diberi nama Ismail. Kelahiran tersebut tentu saja disambut dengan rasa syukur dan suka cita. Pada saat itu usia Nabi Ibrahim sudah menginjak 86 tahun.

2. Kisah Siti Hajar dan Ismail di Padang Gurun Tandus

Pada suatu hati, Nabi Ibrahim a.s. diperintahkan Allah Swt lewat mimpinya, untuk segera kembali ke istri pertamanya, yakni Sarah di kota Yerusalem. Beliau menempatkan istrinya yakni Siti Hajar dan Ismail yang kala itu masih menyusui, di daerah Mekah.
Sesampainya di tengah gurun, Nabi Ibrahin a.s. berpamitan meninggalkan anaknya Ismail dan istri keduanya di tempat yang sedang panas terik. Di sana, Siti Hajar mengalami berbagai cobaan, salah satunya adalah kesulitan untuk menemukan sumber air minum.
ADVERTISEMENT
Ketika Siti Hajar merasakan haus, ia pun berlari-lari kecil sebanyak tujuh kali di antara bukit Safa dan bukit Marwa. Kemudian, sumber air zam-zam muncul yang akhirnya airnya tersebut diminum oleh Siti Hajar dan Ismail.
Peristiwa mencari sumber mata air itulah yang kemudian menjadi salah satu proses ibadah Sa’i yaitu salah satu rukun ibadah Haji, yakni dari Shafa ke Marwah dengan lari-lari kecil. Sumber mata air yang ditemukan oleh Siti Hajar tersebut menjadi sumber air abadi.

3. Datangnya Mimpi Nabi Ibrahim

Setelah beberapa tahun kemudian, Nabi Ibrahim akhirnya kembali untuk menemui Siti Hajar dan Ismail lagi di Mekah. Nabi Ibrahim melihat anaknya Ismail yang sudah tumbuh menjadi anak yang sehat kira-kira 6-7 tahun dengan perasaan yang bahagia.
ADVERTISEMENT
Namun, Allah Swt memberikan ujian kembali kepada Nabi Ibrahim dengan keluarga tercintanya pada malam tarwiyah hari ke-8 di bulan Zulhijah, dengan datangnya mimpi Nabi Ibrahim. Dalam mimpi tersebut ada seruan seperti,
"Hai Ibrahim! Penuhilah nazarmu." Beliau terbangun dan merenungkan arti mimpinya dan berpikir apakah mimpi tersebut datang dari Allah atau dari setan. Untuk itu, tanggal 8 Zulhijah disebut sebagai hari Tarwiyah yang berarti berpikir atau merenung.
Di malam berikutnya, Nabi Ibrahim kembali bermimpi dengan seruan “Sesungguhnya Allah Swt memerintahkanmu agar menyembelih putramu Ismail." Beliau langsung terbangun dan memeluk putra tercintanya Ismail dengan menangis hingga tiba waktu Subuh.

4. Kisah Penyembelihan Ismail sebagai Qurban

Kemudian, dengan sekuat hati, Nabi Ibrahim akhirnya memberanikan diri untuk mengajak Ismail bicara dengan mengatakan bahwa dirinya harus menyembelih anaknya tersebut atas perintah Allah Swt. Tetapi, jawaban Ismail membuat Nabi Ibrahim a.s. kaget.
ADVERTISEMENT
Ismail menjawab, “Hai Ayahku! Kerjakanlah apa yang diperintahkan kepadamu, Insya Allah! Kamu mendapatiku termasuk orang-orang yang sabar”.
Akhirnya, Nabi Ibrahim melaksanakan perintah untuk menyembelih Ismail pun datang. Nabi Ibrahim pada awalnya sangat ragu untuk mengarahkan pisau kepada anaknya. Kemudian, Ismail berkata:
“Wahai Ayahku! Laksanakanlah apa yang telah diperintahkan oleh Allah Swt kepadamu. Engkau akan menemuiku insyaAllah sebagai seorang yang sabar dan patuh kepada perintah Allah Swt."
Pada saat momen inilah, dianggap sebagai simbol pengorbanan dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah Swt. Kemudian, Nabi Ibrahim membaringkan anaknya Ismail dan bersiap melakukan penyembelihan dengan (parang)nya ke arah leher Nabi Ismail.
Saat Nabi Ibrahim hendak mengayunkan pedang, Allah Swt berkehendak lain. Sebagai imbalan atas keikhlasan dan iman keduanya, Allah menggantikan tubuh Nabi Ismail dengan seekor domba yang berukuran besar dari surga.
ADVERTISEMENT
“Hai Ibrahim, sesungguhnya kamu telah membenarkan mimpi itu. Sesungguhnya demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. Sesungguhnya ini benar-benar suatu ujian yang nyata. Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (QS Ash-Shafaat (37) : 104:107).
Selain itu, hal ini juga sebagaimana diterangkan dalam Al-Quran yakni pada QS As-Shaffat ayat 107-110.
وَفَدَيْنَاهُ بِذِبْحٍ عَظِيمٍ
Artinya: “Dan Kami tebus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.” (As-Saffat: 107)
وَتَرَكْنَا عَلَيْهِ فِي الْآخِرِينَ
Artinya: Kami abadikan untuk Ibrahim itu (pujian yang baik) di kalangan orang-orang yang datang kemudian, (As-Saffat: 108)
سَلَامٌ عَلَىٰ إِبْرَاهِيمَ
Artinya: (yaitu)”Kesejahteraan dilimpahkan atas Ibrahim”. (As-Saffat: 109)
كَذَٰلِكَ نَجْزِي الْمُحْسِنِينَ
Artinya: Demikianlah Kami memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik. (As-Saffat: 110)
ADVERTISEMENT
Karena hal tersebut, Allah memberi Nabi Ibrahim gelar Khalilullah atau kekasih Allah karena keikhlasannya. Ikhlas menjadi salah satu ibadah yang penting dalam kehidupan, karena dengan keikhlasan kita dalam beribadah, kualitas amal ibadah kita akan terlihat.
Peristiwa tersebut adalah ujian yang berhasil dilewati Nabi Ibrahim dan Nabi Ismail. Ketakwaan dan kesabaran kedua utusan Allah ini menjadi teladan bagi umat muslim. Itulah sejarah sunah berkurban yang dilakukan oleh umat Islam di Hari Raya Iduladha.

Hikmah Iduladha

Ilustrasi Sejarah Idul Adha. Pixabay/mufidpwt.
Setelah mengetahui sejarah Iduladha di atas, tentunya banyak hikmah yang bisa dipetik dari keikhlasan Nabi Ibrahim untuk menyembelih anaknya, Nabi Ismail. Mengutip dari laman mui.or.id, berikut di antaranya:

1. Bentuk Cinta kepada Allah Swt

Pertama, berkurban menjadi salah satu bentuk curahan cinta kita kepada Tuhan sebab rahmat-Nya yang tidak terhitung nilai dan jumlahnya senantiasa mengucur dalam setiap jengkal kehidupan manusia. Hal ini sebagaimana terdapat dalam surat:
ADVERTISEMENT
إِنَّا أَعْطَيْنَاكَ الْكَوْثَرَ فَصَلِّ لِرَبِّكَ وَانْحَرْ
Artinya: “Sesungguhnya Kami telah memberikan karunia sangat banyak kepadamu, maka sholatlah untuk Tuhanmu dan sembelihlah qurban.” (Al-Kautsar: 1-2).

2. Mendapatkan Keselamatan di Akhirat

Di hari kiamat nanti, hewan kurban akan menjadi saksi amal ibadah kita. Hewan yang dikurbankan akan datang untuk menyelamatkan nasib tuannya di hari akhir nanti dalam wujud amal kebaikan. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadis:
حَدَّثَنَا عَبْدُ الرَّحْمَنِ بْنُ إِبْرَاهِيمَ الدِّمَشْقِيُّ حَدَّثَنَا عَبْدُ اللَّهِ ابْنُ نَافِعٍ حَدَّثَنِي أَبُو الْمُثَنَّى عَنْ هِشَامِ بْنِ عُرْوَةَ عَنْ أَبِيهِ عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ مَا عَمِلَ ابْنُ آدَمَ يَوْمَ النَّحْرِ عَمَلًا أَحَبَّ إِلَى اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ مِنْ هِرنْ هِرَاقَةِ دَمٍ وَإِنَّهُ لَيَأْتِي يَوْمَ الْقِيَامَةِ بِقُرُونِهَا وَأَظْلَافِهَا وَأَشْعَارِهَا وَإِنَّ الدَّمَ لَيَقَعُ مِنْ اللَّهِ عَزَّ وَجَلَّ بِمَكَانٍ قَبْلَ أَننْ يَقَعَ عَلَى الْأَرْضِ فَطِيبُوا بِهَا نَفْسًا
ADVERTISEMENT
“Tidak ada amalan yang dikerjakan anak Adam ketika hari (raya) qurban yang lebih dicintai oleh Allah Azza Wa Jalla dari mengalirkan darah, sesungguhnya pada hari kiamat ia akan datang dgn tanduk-tanduknya, kuku-kukunya & bulu-bulunya. Dan sesungguhnya darah tersebut akan sampai kepada Allah Azza Wa Jalla sebelum jatuh ke tanah, maka perbaguslah jiwa kalian dengannya.” [HR Ibnu Majah No 3117].

3. Mendapat Pahala yang Berlimpah

Terakhir, balasan pahala orang yang berkurban tidak terhitung jumlahnya. Hal ini sebagaimana terdapat dalam hadis:
حَدَّثَنَا مُحَمَّدُ بْنُ خَلَفٍ الْعَسْقَلَانِيُّ حَدَّثَنَا آدَمُ بْنُ أَبِي إِيَاساسٍ حَدَّثَنَا سَلَّامُ بْنُ مِسْكِينٍ حَدَّثَنَا عَائِذُذُ اللَّهِ عَنْ أَبِي دَاوُدَ عَنْ زَيْدِ بْنِ أَرْقَمَ قَالَ قَالَ أَصْحَابُ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَل وَسَلَّمَ يَا رَسُولَ اللَّهِ مَا هَذِهِ الْأَضَاحِيُّ قَالَ سُنَّةُ أَبِيكُمْ إِبْرَاهِيمَ قَالُوا فَمَا لَنَا فِيهَا يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ حَسَنَةٌ قَالُوا فَالصُّوفُ يَا رَسُولَ اللَّهِ قَالَ بِكُلِّ شَعَرَةٍ مِنْ الصُّوفِ حَسَنَةٌ
ADVERTISEMENT
“Berkata kepada kami Muhammad bin Khalaf Al ‘Asqalani, berkata kepada kami Adam bin Abi Iyas, berkata kepada kami Sullam bin Miskin, berkata kepada kami ‘Aidzullah, dari Abu Dawud, dari Zaid bin Arqam, dia berkata: berkata para sahabat Rasulullah saw:
“Wahai Rasulullah, hewan qurban apa ini?” Beliau bersabda: “Ini adalah sunah bapak kalian, Ibrahim.” Mereka berkata: “Lalu pada hewan tersebut, kami dapat apa wahai Rasulullah?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu ada satu kebaikan.”
Mereka berkata: “Bagaimana dengan shuf (bulu domba)?” Beliau bersabda: “Pada setiap bulu shuf ada satu kebaikan.” [HR. Riwayat Ibnu Majah dalam Sunannya No. 3127] (A Fahrur Rozi, ed: Nashih)
Itulah penjelasan mengenai sejarah Idul Adha dan hikmahnya dalam berkurban pada agama Islam. (HEN)
ADVERTISEMENT