Kakao Desa Nglanggeran: Diekspor ke Swiss, Selamatkan Warga dari Jerat Rentenir

2 Mei 2024 19:04 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI Maqin Norhadi di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis (2/5/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Direktur Pelaksana Pengembangan Bisnis LPEI Maqin Norhadi di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis (2/5/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kakao jadi tanaman kebanggaan bagi Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta. Ketua Badan Usaha Milik Desa (BumDes) Desa Nglanggeran, Ahmad Nasrodin, menyebut komoditas milik mereka ini bahkan telah diekspor sampai ke Swiss.
ADVERTISEMENT
Di negara yang dikelilingi daratan Eropa tersebut, kakao Desa Nglanggeran diolah menjadi coklat batangan. Akses untuk mendapatkan pelanggan ini, didapat dari Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) yang berada di bawah Kemenkeu.
“Waktu itu dari Swiss dari LPEI juga yang menjembatani, satu kg dibawa ke sana, dibuat di sana jadi coklat batangan, merek Gunung Kidul tidak dihilangkan ternyata dalam kemasan coklatnya, ini yang membuat saya bangga lagi,” kata Ahmad saat ditemui di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis (2/5).
Kakao lekat dalam kehidupan sehari-hari masyarakat desa ini. Nyaris tiap rumah punya pohon yang sudah diwariskan turun-temurun.
Ahmad bilang, pesanan dari Swiss sudah dimulai sejak 2022. Jumlah terakhir yang dikirim mencapai 20 kg. “(Terakhir) 20 kg, biasanya rata-rata sih 3 kg saja,” tambah Ahmad.
Kakao di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis (2/5/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Adapun harga yang dipatok warga Desa Nglanggeran adalah Rp 120.000 per kg. Selain diterbangkan ke Swiss, Ahmad bilang, berbagai produk juga diolah dari kakao lewat pendanaan koperasi desa. Salah satunya ampyang coklat.
ADVERTISEMENT
Dengan begitu, mereka mampu membuka lapangan kerja, utamanya untuk kaum ibu. Di sisi lain, Ahmad juga berharap kehadiran koperasi ini dapat membantu perekonomian masyarakat, salah satunya agar tidak terjerat pinjaman dari rentenir.
“Kita juga bentuk koperasi resmi Koperasi Amanah Doga sejahtera, ini Alhamdulillah dengan hadirnya PIP (Pusat Investasi Pemerintah) akan meningkatkan dari semua lini, terutama pembiayaan supaya nanti di wilayah Nglanggeran ini tidak ada yang terjerat rentenir, yang paling menarik nanti kalau butuh pupuk ataupun obat untuk tanaman, bisa mengakses di Koperasi Amanah Doga,” terang Ahmad.
Selain dari LPEI, Desa Nglanggeran juga mendapatkan perhatian dari PIP, sebuah Badan Layanan Umum dibawah Kementerian Keuangan (Kemenkeu) yang bertugas melakukan koordinasi pembiayaan usaha mikro, kecil dan menengah, salah satunya dengan program Usaha Ultra Mikro dengan nama Pembiayaan UMi.
Kakao di Desa Nglanggeran, Gunung Kidul, Yogyakarta, Kamis (2/5/2024). Foto: Widya Islamiati/kumparan
Saat ini, desa yang juga disebut Desa Devisa ini memiliki sebanyak 96 penanam kakao yang akan menghasilkan total 125 kg kakao per bulannya, dengan jumlah tanaman berkisar antara 5.000 hingga 6.000 tanaman, di atas lahan 10,25 hektare.
ADVERTISEMENT
Desa ini juga merupakan satu-satunya desa penghasil kakao yang didampingi oleh LPEI di atas daratan Pulau Jawa, lantaran umumnya penghasil kakao berasal dari pulau-pulau di luar Pulau Jawa.
Atas pendampingan LPEI juga lah, kata Ahmad, produk-produk yang dihasilkan dari koperasi ini telah memiliki berbagai izin seperti pangan industri rumah tangga (P-IRT), Nomor Induk Berusaha (NIB), dan halal.
“Satu satunya desa yang didampingi LPEI desa kakao di Jawa, sisanya di luar Jawa. Kita terus berkolaborasi mengembangkan desa devisa, dengan 96 penanam total tanaman 5.000 sampai 6.000 pohon (dengan) kapasitas 125 kg per bulan dengan luas 10,25 hektare,” tutup Ahmad.