Kemenkes Skrining 21 Sekolah di DKI, Temukan 5,6 Persen Anak Bawa Gen Talasemia

8 Mei 2024 13:48 WIB
ยท
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Ilustrasi Talasemia pada Anak. Foto: luchschenF/Shutterstock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Talasemia pada Anak. Foto: luchschenF/Shutterstock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Kementerian Kesehatan (Kemenkes) menyoroti kasus talasemia di Indonesia yang masih tinggi. Talasemia merupakan penyakit kelainan darah yang bersifat genetik dan diturunkan dari orang tua kepada anak-anak dan keturunannya. Penyakit ini disebabkan berkurangnya atau tidak terbentuk hemoglobin utama manusia, sehingga sel darah merah mudah pecah dan umur darah merahnya sangat pendek.
ADVERTISEMENT
Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kemenkes, Dr. Eva Susanti, menyebut pihaknya berusaha melakukan skrining deteksi dini pada anak-anak usia sekolah. Skrining dilakukan dengan tujuan mengetahui apakah ada anak-anak yang membawa sifat talasemia, sehingga bisa dicegah agar tidak menikah dengan sesama pembawa sifat dan menurunkan penyakit tersebut pada turunannya.
Eva menjelaskan, salah satu provinsi yang telah dilakukan uji coba adalah DKI Jakarta. Dan hasilnya cukup mengejutkan, Moms.
"Pada 2023 lalu, Kemenkes juga telah melakukan uji coba pelaksanaan skrining pembawa sifat pada anak sekolah di 21 sekolah di DKI Jakarta. Dan ditemukan sekitar 5,6 persen anak sekolah yang diskrining merupakan pembawa sifat talasemia," ungkap Eva dalam Temu Media Hari Talasemia yang digelar Kemenkes secara daring, Selasa (7/5).
ADVERTISEMENT
Temuan Kemenkes tersebut bisa mengkhawatirkan. Karena, jika pembawa sifat talasemia menikah dengan sesama pembawa sifat talasemia, maka anak yang dilahirkan kemungkinan besar akan mengidap talasemia mayor.

Kelahiran Bayi dengan Talasemia di Indonesia

Ilustrasi Talasemia pada Anak. Foto: Chan2545/Shutterstock
Nah Moms, Dr. Eva menyebut Indonesia masuk pada garis sabuk talasemia. Menurutnya, sekitar 3-10 persen populasi di Indonesia merupakan pembawa talasemia. Dan sekitar 2,6-11 persen merupakan pembawa sifat talasemia alfa.
"Dan estimasi sekitar 2.500 bayi terlahir dengan talasemia beta mayor setiap tahunnya," ucap Eva.
Dikutip dari laman John Hopkins Medicine, talasemia beta mayor atau Cooley merupakan bentuk talasemia yang paling parah. Bayi yang lahir dengan talasemia beta mayor harus mendapatkan transfusi darah seumur hidupnya dan mungkin tidak bisa hidup normal.
ADVERTISEMENT
Anak yang lahir dengan talasemia beta mayor akan menunjukkan gejala-gejala berikut ini di awal kehidupannya:
Dan dalam jangka panjang, akan muncul lebih banyak gejala, seperti:
Perlu diketahui, anak yang mengidap talasemia akan memiliki kondisi fisik yang lemah. Gejala lain yang diungkapkan oleh Dokter Spesialis Anak, Dr. Teny Tjitra Sari, SpA(K) adalah pusing karena hB rendah, kulit pucat atau kuning, terjadi perubahan muka (facies cooley), pusing berputar, gangguan pertumbuhan, BAK gelap, mudah sakit/infeksi, dan sesak napas.
"Rendahnya hemoglobin bisa sangat rendah, sehingga menyebabkan gangguan ke jantung. Jadi anak bisa datang dengan keluhan sesak napas itu bisa hingga menimbulkan kematian," kata Dr. Teny.
ADVERTISEMENT

Apa yang Terjadi Ketika Pembawa Gen Talasemia Menikah?

Ilustrasi transfusi darah. Foto: Shutterstock
Yang menjadi pertanyaan: Apakah boleh sesama penderita talasemia menikah? Dr. Teny mengungkapkan tidak jarang seseorang yang mengetahui pasangannya pembawa sifat talasemia kemudian mempertimbangkan lagi usai mengetahui gejala-gejala yang mungkin akan dialami keturunannya. Dan pada akhirnya, mereka tidak jadi menikah.
Namun, apa yang akan terjadi bila pasangan yang sesama pembawa sifat talasemia menikah?
"Bisa juga dia tetap menikah, sehingga bisa punya anak yang talasemia, yang kemungkinannya 1:4. Kan kita enggak bisa memilih kehamilan [karena terjadi] secara alamiah. Jadi bisa anak pertama, anak kedua sakit, atau tiga-tiganya sakit," tutur Dr. Teny.
Dr. Eva juga menegaskan hingga kini talasemia belum bisa disembuhkan. Namun, ada beberapa cara yang bisa dilakukan agar keturunan-keturunan pembawa sifat tersebut tidak mengalami kondisi yang sama.
ADVERTISEMENT
"Sampai saat ini talasemia belum bisa disembuhkan, namun dapat dicegah dengan cara mengidentifikasi pembawa sifat atau carrier. Dan menghindari pernikahan antara sesama pembawa sifat yang dapat diketahui melalui deteksi dini terhadap populasi tertentu. Deteksi dini pembawa sifat talasemia cukup dilakukan sekali seumur hidup," tegas dia.
Deteksi dini pembawa sifat talasemia telah masuk ke dalam program Kemenkes. Deteksi tersebut dilakukan kepada keluarga sekandung. Penyandang talasemia secara data menunjukkan pembawa sifat pada keluarga sekandung penyandang mencapai sekitar 50 persen.
"Jika kita bisa mengidentifikasi dan mengedukasi para pembawa sifat agar tidak menikah dengan sesama pembawa sifat, kita dapat mencegah kelahiran bayi talasemia mayor pada setidaknya kemungkinan pernikahan 50 persen pembawa sifat ini," tutup dia.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan data Kemenkes per 2023, jumlah pasien talasemia yang tercatat sekitar 11 ribu orang. Kasus terbanyak berada di Jawa Barat, dengan jumlah penderita talasemia mencapai 4.255 orang.