Biografi Sunan Ampel, Salah Satu Wali Songo di Tanah Jawa

Profil Tokoh
Menyajikan informasi profil tokoh ternama dari Indonesia maupun mancanegara.
Konten dari Pengguna
9 Mei 2024 21:46 WIB
·
waktu baca 8 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Profil Tokoh tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Biografi Sunan Ampel. Unsplash/nizar kautzar
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Biografi Sunan Ampel. Unsplash/nizar kautzar
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Biografi Sunan Ampel menjadi bukti sejarah penyebaran agama Islam di Indonesia. Sebagai salah satu dari Wali Songo yang legendaris, Sunan Ampel memiliki pengaruh yang mendalam dalam penyebaran agama Islam di Tanah Jawa.
ADVERTISEMENT
Dikutip dari buku yang berjudul Sejarah Kebudayaan Islam Madrasah Ibtidaiyah Kelas VI yang disusun oleh Yusak Burhanudin, ‎Ahmad Fida' (2021: 23), Sunan Ampel dikenal sebagai salah satu wali yang melakukan dakwah untuk menyebarkan Islam di Jawa Timur, yaitu Surabaya.

Biografi Sunan Ampel: Perjalanan Hidup, Metode Dakwah, hingga Peninggalannya

Ilustrasi Biografi Sunan Ampel. UnsplashSR
Untuk mengenal lebih jauh perjuangan Wali Songo dalam menyebarkan agama Islam, berikut biografi Sunan Ampel yang akan dibahas secara lengkap:

1. Biografi Sunan Ampel

Sunan Ampel, juga dikenal sebagai Raden Rahmat, merupakan anak sulung dari Maulana Malik Ibrahim. Pada masa kecilnya, Sunan Ampel lebih dikenal dengan nama Raden Rahmat.
Sunan Ampel lahir pada tahun 1401 M di Campa dan diperkirakan meninggal pada tahun 1481 di Demak. Tempat peristirahatan terakhirnya berada di bagian barat Masjid Ampel di Kota Surabaya.
ADVERTISEMENT
Seperti yang disebutkan sebelumnya, Sunan Ampel dikenal sebagai Raden Rahmat saat masih kecil. Nama "Ampel" sering dikaitkan dengan tempat tinggalnya di daerah Ampel atau Ampel Denta, yang sekarang termasuk dalam wilayah Kota Surabaya.
Pada tahun 1443 M, Sunan Ampel bersama dengan adiknya, Sayid Ali Murtadho, keduanya memulai perjalanan pertama ke Pulau Jawa. Sebelumnya, Sunan Ampel dan adiknya telah berada di Palembang sekitar tahun 1440.

2. Perjalanan Hidup Sunan Ampel

Sunan Ampel adalah anak dari Syekh Ibrahim Zainuddin As-Samarqandy dan Dyah Candrawulan. Ayah Sunan Ampel, Syekh Ibrahim As-Samarqandy, adalah anak dari Jamaluddin Akbar al-Husaini. Sunan Ampel juga merupakan keponakan Dyah Dwarawati, yang merupakan istri Bhre Kertabhumi, Raja Majapahit.
Syekh Ibrahim berhasil mengislamkan Raja Champa, yang kemudian mengubah Kerajaan Champa menjadi kerajaan Islam. Dalam perjalanannya, Syekh Ibrahim dijodohkan dengan putri Raja Champa, yang juga adik dari Dyah Dwarawati.
ADVERTISEMENT
Dari pernikahan tersebut, lahirlah Raden Rahmat, yang dikenal sebagai Sunan Ampel. Maulana Malik Ibrahim kemudian hijrah ke Pulau Jawa, namun tanpa diikuti oleh keluarganya.
Kemudian Sunan Ampel, atau Raden Rahmat, adalah salah satu dari sembilan Wali Songo yang terkenal. Wali Songo merupakan kelompok tokoh yang berperan penting dalam penyebaran agama Islam di Jawa.
Seperti halnya Sunan Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel juga memiliki peran yang sangat besar dalam pengembangan ajaran Islam, terutama di wilayah Jawa.
Beberapa orang berpendapat bahwa Sunan Ampel dianggap sebagai figur sentral dalam kelompok para wali karena kemampuannya dalam membesarkan para pendakwah terkemuka di Jawa.
Ketika Kesultanan Demak akan didirikan, Sunan Ampel juga berperan aktif dalam pembentukan kerajaan Islam pertama di Jawa.
ADVERTISEMENT
Selain itu, Sunan Ampel memilih salah satu muridnya, Raden Patah, sebagai Sultan Demak pada tahun 1475 M. Harus dicatat bahwa Raden Patah adalah anak dari Prabu Brawijaya V, seorang raja Majapahit.
Sebagai hadiah, Raja Majapahit memberikan wilayah berawa-rawa bernama Ampel Denta kepada Sunan Ampel. Di wilayah tersebut, Sunan Ampel mendirikan dan mengembangkan pondok pesantren.
Awalnya, Sunan Ampel mengajak masyarakat di wilayah tersebut. Pada abad ke-15, pesantren yang didirikannya menjadi pusat pendidikan yang sangat berpengaruh tidak hanya di Nusantara tetapi juga hingga ke luar negeri.
Di antara banyak santrinya, beberapa yang terkenal hingga saat ini adalah Sunan Giri dan Raden Patah. Mereka diberi tugas untuk melakukan dakwah di berbagai daerah di Jawa dan Madura.
ADVERTISEMENT

3. Pernikahan Sunan Ampel

Sunan Ampel memiliki dua istri, yaitu Dewi Karimah dan Dewi Chandrawati. Dari pernikahannya dengan Dewi Karimah, Sunan Ampel memiliki dua anak, yaitu Dwi Murtasih yang kemudian menikah dengan Raden Fatah, sultan pertama Kerajaan Islam Demak Bintoro, serta Dewi Murtasimah, yang menjadi permaisuri Raden Paku atau Sunan Giri.
Sedangkan istri kedua, Dewi Chandrawati, adalah putri dari seorang adipati di wilayah Tuban pada saat itu. Dari pernikahannya dengan Dewi Chandrawati, Sunan Ampel memiliki beberapa putra dan putri, di antaranya Sunan Bonang dan Sunan Drajat, yang menjadi penerus dari Sunan Ampel.

4. Pengaruh Sunan Ampel di Tanah Jawa

Sunan Ampel memiliki pengaruh yang signifikan di Tanah Jawa sebagai salah satu dari Wali Songo yang menyebarkan agama Islam. Selain itu, Sunan Ampel juga memiliki pengaruh yang kuat di dalam kerajaan Majapahit.
ADVERTISEMENT
Meskipun pada masa itu Majapahit tidak menerima Islam sebagai agama resmi, Sunan Ampel diberikan kebebasan untuk mengajar agama Islam kepada masyarakat Majapahit, asalkan tidak melakukan proselytisme secara langsung. Ketika berada di Majapahit, Sunan Ampel menikahi Nyai Ageng Manila, putri Tumenggung Arya Teja, Bupati Tuban.
Setelah itu, gelar pangeran dan raden melekat pada namanya. Sunan Ampel juga diperlakukan seperti anggota keluarga kerajaan Majapahit dan dihormati oleh semua orang di wilayah tersebut.
Pada suatu waktu, Sunan Ampel melakukan perjalanan dari Trowulan melalui Desa Krian dan Wonokromo menuju Desa Kembang Kuning di wilayah Ampel. Selama perjalanan, Sunan terus berdakwah kepada penduduk setempat.
Sunan Ampel juga memberikan kipas yang terbuat dari akar tumbuhan kepada penduduk, dengan syarat mengucapkan syahadat untuk mendapatkannya. Hal ini menyebabkan jumlah pengikut Sunan Ampel terus bertambah.
ADVERTISEMENT
Sebelum tiba di Ampel, Sunan Ampel telah membangun langgar atau mushola sederhana di wilayah Kembang Kuning, yang berjarak sekitar delapan kilometer dari daerah Apel. Langgar tersebut kemudian berkembang menjadi masjid yang besar dan megah yang tetap berdiri hingga saat ini dengan nama Masjid Rahmat.
Ketika berada di wilayah Ampel, Sunan Ampel pertama-tama membangun masjid sebagai pusat ibadah dan tempat berdakwah. Selanjutnya, Sunan Ampel juga mendirikan pesantren yang mengikuti model Maulana Malik Ibrahim di Gresik. Pesantren ini mengadopsi konsep biara yang sudah dikenal luas oleh masyarakat Jawa pada masa itu.

5. Metode Dakwah Sunan Ampel

Metode dakwah yang digunakan oleh Sunan Ampel, yaitu metode Moh Limo, terkenal karena singkat dan efektif. Moh Limo memiliki arti tidak melakukan lima hal tercela, yaitu:
ADVERTISEMENT
Dengan menggunakan metode ini, Sunan Ampel mengajarkan nilai-nilai kebaikan dan mengajak orang untuk menjauhi perilaku yang dianggap tercela, sehingga dakwahnya dapat diterima dengan baik dan cepat diserap oleh masyarakat.
Sepanjang perjalanan hidupnya dan dalam usahanya menyebarkan agama Islam, Sunan Ampel dikenal sebagai individu yang sangat sensitif terhadap adaptasi dengan lingkungan sekitarnya.
Pendekatan yang digunakan adalah menerima siapa pun, baik dari kalangan elit maupun masyarakat umum yang ingin belajar di pesantrennya.
Meskipun Sunan Ampel menganut Madzhab Hanafiyah di pesantrennya, namun tetap menunjukkan tingkat toleransi yang tinggi terhadap mazhab-mazhab lainnya.
ADVERTISEMENT
Kehadiran toleransi ini memungkinkan para muridnya untuk memperoleh wawasan yang luas dan mendapat dukungan dari beragam kalangan.

6. Peninggalan Sunan Ampel

Sunan Ampel, salah satu dari Wali Songo di Jawa, memberikan banyak peninggalan bersejarah yang menjadi bukti penting dalam sejarah penyebaran Islam di Nusantara. Beberapa peninggalan sejarah dari Sunan Ampel antara lain:
ADVERTISEMENT
Itulah biografi Sunan Ampel, seorang Wali Songo yang menyebarkan agama Islam di tanah Jawa dengan penuh kebijaksanaannya. Semoga perjalanan hidup dan perjuangannya menjadi teladan bagi umat Islam. (Andi)